Berbual dan Membual
Dimuat dalam Harian Pikiran Rakyat, 21 Juli 2019
Berbual-buallah dulu, ya. Saya nak ke dapur sekejap. Begitulah gaya bahasa masyarakat pesisir Riau. Jika diubah ke dalam
gaya bahasa yang lebih umum, kalimat itu menjadi, “Kalian mengobrol saja dulu.
Saya mau ke dapur sebentar.” Sementara itu, di Malaysia kita dapat menemukan
frasa perbualan harian yang mungkin membuat kita mengernyitkan dahi. Ini
karena kata bual di Indonesia cenderung berkonotasi negatif.
KBBI memang memberikan artian yang
cenderung negatif pada lema bual, yaitu ‘omong kosong; cakap besar
(kesombongan)’ seperti dalam kalimat Geli hatiku mendengar bual mereka.
Namun, kata berbual dalam KBBI bermakna netral atau cenderung
positif, yaitu ‘mengobrol, bercakap yang bukan-bukan’ seperti dalam kalimat Kalau
sudah berbual, dia lupa akan waktu. Dalam pada itu, KBBI menyamakan
kata membual dengan berbual. Padahal, kata membual tidak
pernah digunakan dengan maksud ‘mengobrol’. Ini menimbulkan pertanyaan: kata bual
berkonotasi positif ataukah negatif?
Jika melihat Leipzig Corpora Collection, situs korpus bahasa
Indonesia, kata berbual dan perbualan jarang digunakan orang
Indonesia. Sebagian besar yang muncul dalam korpus tersebut berasal dari
situs-situs Malaysia. Sebaliknya, apabila kita mencari kata membual dan pembual
dalam korpus tersebut, sebagian besar hasilnya berasal dari Indonesia. Hal ini
memberikan suatu titik terang.
Kata bual, apabila diberi prefiks ber-, memiliki
makna yang positif, yaitu ‘mengobrol’ atau ‘berbincang-bincang’. Jika diberi
afiks per–an, maknanya adalah ‘perbincangan; percakapan’. Namun, kedua
afiks tersebut jarang digunakan oleh penutur bahasa Indonesia pada kata bual.
Orang Indonesia lebih sering melekatkan kata ini dengan afiks meng- dan peng-
sehingga menjadi membual, yang berarti ‘bercakap besar’ atau ‘bercakap
bohong’, dan pembual, yang berarti ‘orang yang suka membual (pembohong)’.
Karena dua bentuk pertama tidak digunakan secara produktif, konotasi positif kata
ini menjadi tidak dikenali, tergantikan oleh konotasi negatif yang muncul
akibat produktifnya dua bentuk terakhir.
Sebagai kata dasar, kata bual sendiri sesungguhnya netral. Konotasinya
bergantung pada afiks yang melekatinya. Kata bual bermakna ‘omong
kosong’. Omong kosong di sini dapat diartikan ‘cakap-cakap yang tidak berarti’
seperti ketika mengobrol santai ataupun ‘cakap yang tidak benar’ seperti
kebohongan dan perkataan yang dibesar-besarkan.
Sayangnya, kebanyakan kamus menyamakan makna berbual dan membual.
Kamus Dewan (Malaysia) dan KUBI (Poerwadarminta) menyamakan
keduanya. Begitu juga dengan KBBI. Padahal, dalam makna lema bercakap
rabung, ‘membual’ disejajarkan dengan ‘bercakap besar’.
Untungnya, Eko Endarmoko dalam Tesaurus Bahasa Indonesia Edisi
Pertama tidak benar-benar menyamakan keduanya. Dalam tesaurus tersebut, kata berbual
bersinonim dengan berbincang-bincang, bercakap-cakap, dan mengobrol;
sedangkan membual bersinonim dengan beromong kosong, menemberang,
dan mengada-ada. Ya, berbual dan membual memang berbeda.***
Penulis, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Penulis, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Comments
Post a Comment