Sekali Lagi Bergeming: Mengurai Polemik Makna Kata Bergeming
Muncul pula suara-suara yang mendukung pendapat Jajang C. Noer tersebut. Salah satunya Moko Darjatmoko yang pada tahun 2013 mengatakan dalam milis Ikatan Guru Indonesia bahwa kata bergeming dalam buku-buku silat klasik tahun 1950-an bermakna ‘bergerak, bergeser sedikit’. Buku-buku silat ini ditulis dalam bahasa Melayu pasar. Hal ini tampaknya benar. Dalam karya sastra berbahasa Melayu pasar O Eng Tjaij, Kau Kliroe yang ditulis oleh Tjestjos dan diterbitkan di Batavia pada tahun 1922, terdapat sebuah ujaran berbunyi, “Diam, djangan bergeming!” Makna ‘bergerak’ untuk kata bergeming juga didukung oleh beberapa kamus lama, seperti Maleisch-Nederlandsch Woordenboek karya Von de Wall (1877) dan Kitab-Logat dari Bahasa Inggris dan Melajoe karya Song Chong Sin (1922).
Bagaimanapun, polemik yang berlangsung selama 14 tahun tanpa jawaban yang jelas ini perlu diselesaikan. Pertama-tama, kita perlu memahami dulu perbedaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu pasar. Apakah kata bergeming dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang sama dengan bergeming dalam bahasa Melayu pasar? Selanjutnya, kita perlu mempelajari dari mana asal kata bergeming dalam kedua ragam bahasa tersebut. Karena bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang tanah asalnya berada di Pulau Sumatra dan–setidaknya menurut pendapat yang populer–bukan berasal dari bahasa Melayu pasar, kita perlu memeriksa kamus dialek-dialek tempatan Melayu Sumatra.
Setelah memeriksa beberapa kamus bahasa Melayu, saya mendapati satu kamus yang memuat kata geming, yaitu Kamus Melayu Sumatera Utara–Indonesia terbitan Balai Bahasa Sumatra Utara. Menurut kamus ini, kata bergeming digunakan dalam dialek Asahan, Bilah Panai, Langkat, dan Serdang dengan ucapan “begeming”. Makna kata ini adalah ‘diam; tidak beranjak dari tempatnya’. Agaknya dari bahasa Melayu inilah bahasa Indonesia mengambil kata bergeming.
Jika demikian, apakah penggunaan kata bergeming dengan makna ‘bergerak’ itu salah kaprah? Untuk menjawab ini, kita memahami dulu apa bahasa Melayu pasar itu. Bahasa Melayu pasar adalah ragam bahasa Melayu yang dahulu dituturkan berbagai etnis non-Melayu sebagai basantara. Kata bergeming terdapat dalam dialek Melayu pasar yang digunakan di Batavia yang kini menjadi bahasa Melayu Betawi. Karena Batavia adalah kota yang multietnik, bahasa ini merupakan hasil percampuran bahasa Melayu dengan berbagai bahasa lainnya, seperti Jawa, Sunda, Bali, dan Tionghoa. Untuk itu kita perlu mengecek bahasa-bahasa tersebut.
Setelah ditelusuri, kata geming dengan makna ‘bergerak’ rupanya berasal dari bahasa Bali. Dalam Kamus Bali-Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Bahasa Bali, ditemukan lema geming, magemingan yang berarti ‘bergerak’. Lema tersebut disertai contoh tusing magemingan nyang agigis yang berarti ‘tidak bergerak atau bergeser sedikit pun’. Dari sini menjadi jelaslah bahwa frasa tidak bergeming ‘tidak begerak’ dalam bahasa Melayu pasar adalah hasil serap terjemah dari frasa bahasa Bali tersebut.
Menariknya, dalam kamus yang sama, selain kata geming yang berarti ‘bergerak’, ada juga kata gemeng (gêmêng) yang berarti ‘diam’. Ini berarti kata gemeng dalam bahasa Bali kognat dengan kata geming dalam bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan kata geming yang berarti ‘diam’ memang memiliki akarnya dalam rumpun bahasa Austronesia, bukan semata-mata salah cetak seperti yang selama ini dituduhkan.
Dengan demikian, KBBI tidak salah. Penutur pun tidak salah kaprah. Keduanya hanya mempunyai acuan yang berbeda. Penyusun KBBI mengambil kata geming dari bahasa Melayu Sumatra, sedangkan penutur mengambil kata geming dari bahasa Bali. Apakah KBBI perlu berubah? Jika kita sepakat bahwa asas bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu tinggi yang berasal dari Sumatra, selayaknya geming dengan pengertian Melayu itulah yang diakui sebagai bahasa Indonesia. Namun, jika bahasa Melayu pasar hendak dianggap juga sebagai bagian dari khazanah bahasa Indonesia, hendaknya KBBI mencantumkan homonim kedua dari kata geming.
Comments
Post a Comment