Sedikit Cerita tentang Dialek Medan


Hari ini saya ingin bercerita tentang dialek Medan. Tadi di stasiun ketika saya menunggu kereta api, seorang perempuan yang duduk di sebelah saya bertelepon dalam bahasa Indonesia dialek Medan. Diam-diam saya mendengarkan dan mencatat kata/frasa/kalimat yang ia gunakan dalam dialek tersebut. Kira-kira berdosa, tidak, ya, melakukan itu? Apakah itu sama dengan menguping? Tapi kan tak mungkin juga saya berkata, “Kak, saya mohon izin mencatat kata-kata yang Kakak gunakan, ya?” Wkwk.

Nah, ini beberapa catatan tentang dialek Medan yang menurut saya unik. Kalau menurut Anda tidak unik, juga tak apa, sih, wkwk.

1. Pulang dari pajak
Kalau tidak salah, kata pajak dalam dialek Medan bermakna ‘kedai’. Itu ada di KBBI sebagai homonim ketiga.

2. Kenapa rupanya kau?
Penggunaan kata rupanya dalam kalimat tersebut rasanya tidak digunakan dalam dialek Jakarta.

3. Masih kudiamkan
Kalau di sini, rasanya jadi Masih gue diemin, ya? Orang Medan sering pakai imbuhan –kan. Waktu mahasiswa-mahasiswa USU datang ke UI, saya dengar salah satu dari mereka berkata (kurang lebih), “Sini aku fotokan.”

4. Banyak yang dekati dia
Tidak hanya imbuhan –kan, ternyata imbuhan –i juga dipakai di Medan. Tapi, imbuhan –in juga dipakai, sih. Nah, kalau kita, pasti kalimat itu diucapkan Banyak yang deketin dia.

5. Nggak engah
Kalau kita mengucapkan nggak engeh, saya dengar orang itu melafalkannya sesuai dengan KBBI, nggak engah.

6. Kawan
Sepertinya kata kawan memang lebih sering digunakan oleh orang Sumatra daripada orang Pulau Jawa, ya?

7. Berteman
Ini benar-benar diucapkan berteman, ya, bukan betemen apalagi temenan.

8. Kutengok tiket dulu
Kata tengok dalam dialek Medan maknanya sama dengan bahasa Indonesia, yaitu ‘melihat’. Berbeda dengan orang Jakarta yang memahami kata ini dengan makna ‘menoleh’.

9. Sial ‘kali aku dibuatnya
Kata dibuatnya rasanya jarang dipakai di Jakarta, bukan?

10. Nampak
Kata nampak jarang digunakan oleh kita.

11. Habis awak disindir-sindir
Kata awak di sini bermakna ‘aku’.

12. Jumpa pula sama Kak ...
Kata jumpa jarang kita pakai juga dalam kalimat informal seperti itu. Kita biasa pakai ketemu.

Jadi, mungkin banyak yang berpikir bahwa logat dan dialek Medan itu kasar. Tapi, setelah saya dengarkan baik-baik, saya suka cara mereka memilih kata, melafalkan kata, dan menggunakan imbuhan. Dalam hal ini saya membandingkannya dengan dialek saya sendiri, yaitu dialek Jakarta.

Hmm ... sebenarnya ayah saya penutur dialek Medan. Tapi, karena ayah saya meninggal waktu saya berumur delapan tahun, sekarang tak banyak lagi yang saya ingat tentang bagaimana ayah saya bercakap.

Satu hal yang ibu saya ceritakan, ayah saya sering pakai kata bikin untuk pekerjaan apa pun, seperti dalam percakapan berikut.
Ibu saya           : Pa, si Mario mau beli es krim tuh!
Ayah saya       : Bikinlah! Bikin!

Bikin di situ maksudnya ‘lakukan’ atau ‘(ber)buat’, bukan ‘(mem)buat’. Maksudnya, kalau saya mau beli es krim, ya lakukan saja, beli saja. Jadi maksudnya bukan disuruh membuat es krim, hehe.

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Imbuhan peN-, pe-, dan per- Disertai Soal

Alomorf Imbuhan meN- (Disertai Kasus Bahasa dan Soal)

Layung dan Lembayung